Sosio-Drama Perang Diponegoro
Abad
19 rakyat Indonesia tengah menderita akibat kebijakan-kebijakan Belanda yang
sangat merugikan. Ditengah kondisi ini, munculah seorang bangsawan ia merupakan
anak sultan Hamengkubuwono III dengan nama Raden Mas Ontowiryo, atau yang lebih
dikenal dengan pangeran Diponegoro. Melihat rakyat di negerinya sendiri menderita,
ia berusaha menentang Belanda. Beginilah mulainya...
Tahun 1823,Smissaert diangkat menjadi
residen di Yogyakarta. Ia amat membenci Pangeran Diponegoro. Ia bekerja sama
dengan Patih Danurejo berusaha menyingkirkan Diponegoro dari Istana.
Tahun 1825 Smissaert dan Danurejo
Smissaert
: “Hai prajurit. Sekarang kalian pasang patok sebagai batas wilayah
kekuasaaan kita. Pasang patok itu melewati pekarangan Diponegoro, aku ingin
melihat bagaimana reaksinya.’’
Prajurit : “Baik
tuan”
Mengetahui patok dipasang dipekarangannya,
Pangeran diponegoro bereaksi.
PD : “Saudara-saudara
saya minta tolong kepada kalian untuk mencabut patok
ini karena wilayah ini
bukan wilayah milik belanda.” (serunya kepada rakyat)
Masyarakat berbondong-bondong mencabut
pabrik itu dari pekarangan milik PD.
Mengetahui hal tersebut, Patih Danurejo
kembali bereaksi.
Patih
: “Pasang
patok itu kembali dan jaga patok itu jangan sampai mereka
mencabutnya lagi!” (perintahnya pada prajurit)
Para prajurit langsung melaksanakan
perintah Patih, patok segera dipasang kembali.
Walaupun patok itu mendapat penjagaaan
ketat, masyarakat tetap berusaha mencabut patok dengan segala keberaniannya. Kali
ini mereka membawa tombak. Mereka mencabut patok dan menggantinya dengan tombak
sebagai tanda perlawanan.
20 Juli 1825
Rakyat Tegalreja berkumpul di dalem
Tegalreja dengan membawa berbagai senjata. Mereka siap mendukung perang melawan
belanda bersama PD. Belanda datang dan mengepung Tegalreja, terjadilah
pertempuran saat itu juga.
Rakyat : “ Seraaaaaaaaaaaaaaaaaaang!!!!!.”
Prajurit : “ Serbuuuuuuuuuuuuuuuuu!!!!!.”
(Terjadilah pertempuran sengit antara
belanda dengan rakyat dibawah pimpinan PD) ditengah pertempuran, pangeran
diponegoro berbisik kepada beberapa orang.
PD : “Kondisi kali ini
makin menyulitkan kita, lebih baik kita menyingkir terlebih dahulu. Kita ke
selatan, ke Bukit Selarong. Kita menyingkir perlahan, beritahu yang lain.”
Rakyat : “ Baik Pangeran “
(Perintah itu dengan cepat
menyebar di tengah peperangan. Rakyat menyingkir perlahan tanpa disadari oleh Belanda,
hingga akhirnya rakyat meninggalkan arena pertempuran).
Di Gua Selarong
Rakyat : “Pangeran gawat Pangeran, Pasukan Belanda mulai memasuki wilayah
kita.”
PD : “Ya, sabar… tenang...
sepertinya kita harus membuat benteng pertahanan. Kita akan bangun benteng
disini. Lalu kita ungsikan para penduduk ke Dekso, Kulon Progo. Singgahlah
disini terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan.”
Rakyat : “ Bagaimana cara
kami mengungsikan rakyat, Pangeran?“
PD : “Pindahkan mereka
diam-diam. Jangan sampai Belanda tahu. Nah akan ada yang bertugas mengawasi
Belanda. Mereka yang akan melaporkan situasi, kemudian kita putuskan akan
melakukan pengungsian atau tidak.”
Rakyat : “Baiklah, kalau seperti itu Pangeran. Kami akan sepenuhnya
mendukung
perlawanan ini.”
Rakyat : “Betul itu Pangeran.”
Pengungsian pun mulai dilakukan.
PD : “Sembari
melakukan pengungsian, kita siapkan strategi untuk melawan Belanda. Saya sudah
menyusun beberapa strategi. Yang pertama, kita serang Keraton Yogya dan isolasi
Belanda. Jangan biarkan bantuan dari luar masuk. Strategi yang kedua, kirimkan
utusan kepada para bupati atau ulama untuk mempersiapkan perang. Yang ketiga,
saya meminta tolong kepada beberapa orang untuk menyusun daftar nama bangsawan,
siapa yang kiranya kawan dan siapa yang kiranya lawan. Dan strategi yang
terakhir, saya akan membagi Kesultanan Yogyakarta menjadi beberapa mendala perang.
Ada yang masih kurang jelas dengan strategi saya?”
Rakyat : “Siap! Kami sudah
mengerti Pangeran.”
PD : “Baiklah, akan saya lanjutkan. Saya sudah menentukan siapa saja
yang akan menjadi komandan ditiap-tiap mandala. Misalnya,
Yogyakarta dan sekitarnya di bawah komando Pangeran Adinegoro, Bagelen
diserahkan kepada Pangeran Suryokusumo dan Tumenggung Reksoprojo, Kedu
diserahkan kepada Kyai Muhammad Anfal dan Mulyosentiko, Lowanu diserahkan
kepada Pangeran Abubakar dan Pangeran Muhammad, Kulon Progo diserahkan kepada
Pangeran Adisuryo dan Pangeran Somonegoro, Yogyakarta bagian utara dipimpin
oleh Pangeran Joyokusumo, Yogyakarta bagian timur diserahkan kepada
Suryonegoro; Somodiningrat; dan Suronegoro, Gunung Kidul dipimpin oleh Pangeran
Singosari, Plered dipimpin oleh Kertopengalasan, Pajang diserahkan kepada
Warsokusumo dan Mertoloyo, Sukowati dipimpin oleh Tumenggung Kertodirjo dan
Mangunnegoro, Gowong dipimpin oleh Tumenggungg Gajah Pernolo, Langon dipimpin
oleh Pangeran Notobroto Projo, dan Serang dipmpin
oleh Pangeran Serang.”
Rakyat : “Kami setuju Pangeran. Mereka memang orang-orang yang pantas
menjadi pemimpin kami.”
PD : “Oya, saya juga mengutus Mangkubumi, Ali Basyah Sentot
Prawirodirjo (sebagai Panglima Muda), Kiyai Mojo dan Nyi Ageng Serang sebagai pendamping
saya.”
Perluasan perang di berbagai daerah
Perlawanan Pangeran Diponegro terus
meningkat sehingga dapat menguasai beberapa pos pertahanan Belanda. Pergerakan
pasukan Pangeran Diponegoro meluas ke berbagai daerah di Jawa. Semua kekuatan dari
rakyat, bangsawan dan para ulama bergerak untuk melawan kekejaman Belanda.
Prajurit
Belanda : “Lapor
komandan, perlawanan Diponegoro semakin meluas. Beberapa pos pertahanan kita
dapat dikuasai mereka. Prajurit kita tak dapat membendung serangan mereka. “
Jendral
De Kock : “Bagaimana ini bisa
terjadi? Sebaiknya
kita harus meningkatkan kekuatan. Segera kirim beberapa komandan tempur ke berbagai
daerah pertempuran dan datangkan bantuan tentara terutama dari Sumatra Barat! Hancurkan
pos-pos pertahanan Diponegoro!!”
Prajurit Belanda : “Siap Jendral“
4 Oktober 1825
Komandan : “Ini
dia sasaran pertama kita, Gua Selarong. Prajuriiiiiit seraaaaang!! “
Prajurit Belanda : “Seraaaangg!!”
Komandan : “Tunggu….! Sepertinya
ada yang aneh dengan tempat ini. Disini sangat sepi, jangan-jangan mereka telah
pergi meninggalkan tempat ini, atau ini hanya siasat mereka saja. Waspadalah! Segera
sisir segala penjuru tepat ini!”
Prajurit Belanda : “Laksanakan
Komandan!”
Prajurit
Belanda : “Maaf
komandan, kami sudah menyisir segala penjuru daerah ini, tetapi disini sudah
kosong, tak
ada siapapun disini.”
Komandan
: “Sial! Cerdik
juga mereka, sebaiknya kita kembali saja ke markas.”
Prajurut Belanda : “Baik
komandan.”
Ternyata
pos pertahanan Diponegoro sudah dipindahan ke Dekso dibawah pimpinan Ali Basyah
Sentot Prawiryodirjo. Pada tahun 1826 pasukan ini berhasil mengalahkan tentara
Belanda di daerah-daerah bagian barat Jawa. Sementara itu, di Gunung Kidul pasukan
Diponegoro juga mendapatkan berbagai kemenangan.
Perlawanan pasukan Pangeran Diponegoro senantiasa bergerak dari pos
pertahanan yang satu ke pos yang lain. Pengaruh perlawanan Pangeran Diponegoro
semakin meluas untuk itu Belanda memutar otak untuk menghadapi pasukan
Diponegoro.
Markas Belanda di Magelang
Jendral
De Kock : “Apa
saja yang kalian lakukan? Kenapa pasukan Diponegoro masih berkeliaran dan kondisi kita malah semakin terdesak?”
Kolonial
Jan B.C : “Maaf Jendral, selama ini kami telah melakukan segala cara, tetapi strategi kita
selalu dapat digagalkan dengan strategi gerilya mereka. Pasukan kita tidak terbiasa
dengan medan hutan, sehingga kami tak dapat menahan serangan mereka. Kita harus
mencari strategi lain, Jendral.”
Jendral
De Kock : “Lalu,
apa strategi selanjutnya yang akan kau gunakan?”
Kolonial
Jan B.C : “Begini
Jendral, menurut saya strategi kita harus diubah dengan menggunakan strategi
benteng stelsel. Strategi ini sangat berhasil ketika saya melawan pemberontak
kala itu.”
Jendral
De Kock : “Begitu
ya... Baiklah
jika itu menurutmu strategi yang dapat membawa kita pada kemenangan, segera
lakukan dan rebut semua daerah kekuasaan kita dulu!”
Kolonial
Jan B.C : “Baik
laksanakan Jendral!”
Bergeraklah pasukan Belanda dengan strategi benteng stelsel yang
sedikit demi sedikit dapat mengatasi perlawanan Diponrgoro. Pada tahun 1827,
pasukan Diponegoro di beberapa tempat berhasil dipukul mundur oleh pasukan
Belanda dan Magelang dijadikan pusat kekuatan militer Belanda. Dengan strategi
ini, ruang gerak pasukan Diponegoro semakin sempit. Para pemimpin yang membantu
Pangeran Diponegoro mulai tertangkap.
Keadaan semakin berbanding terbalik.
Hal ini membuat Pangeran Diponegoro berpikir sejenak
langkah apa yang akan mereka tempuh selanjutnya.
Melangi, 18 November 1828
Akibat konflik antara Kyai Mojo dengan Pangeran
Diponegoro, Kyai Mojo besertapasukannya menemui Belanda untuk berunding. Akan
tetapi, dengan tipu daya Belanda serta dengan iming-iming kekuasaan dan harta,
Kyai Mojo beserta pasukannya menyerahkan diri kepada Belanda dan mereka
diasingkan dari tanah Jawa.
Pegunungan Kelir, 21 September 1829
Rakyat : “Bagaimana ini, Pangeran? Pasukan kita
semakin terdesak. Apalagi dengan penyerahan diri Kyai Mojo membuat pertahanan
kita semakin melemah.”
PD : “Tenang saudara-saudara…. Kita harus sabar
menghadapi semua ini. Kita harus tetap berjuang demi merebut kemerdekaan untuk
bangsa ini sampai titik darah penghabisan! Allahu Akbar!”
Rakyat : “Allahu
Akbar! Allahu Akbar! Merdekaaa!”
Berbagai
penyerangan tetap dilakukan Pangeran Diponegoro dan pasukannya meski dalam
keadaan sulit. Strategi Benteng Stelsel telah memutus jalur pembekalan pasukan
Pangeran Diponegoro. Rakyat dan pasukan pun dalam kondisi tertekan dan
menderita.
Setahun setelah ditangkapnya Kyai Mojo, Ali
Basyah Sentot Prawirodirjo beserta pasukannya juga menyerahkan diri karena
kekalahan yang mereka alami saat melawan Belanda. Mereka luluh dan menerima
ajakan untuk berunding. Ditandatanganilah Perjanjian Imogiri antara Sentot
Prawirodirjo dengan pihak Belanda pada tanggal 17 Oktober 1829. Isi perjanjian
tersebut antara lain:
1. Sentot Prawirodirjo diizinkan untuk tetap
memeluk agama Islam.
2. Pasukan Sentot Prawirodirjo tidak dibubarkan
dan ia tetap sebagai komandannya.
3. Sentot
Prawirodirjo dengan pasukannya diizinkan untuk tetap memakai sorban. Sebagai kelanjutan
perjanjian itu, maka pada tanggal 24 Oktober 1829 Sentot Prawirodirjo dan
pasukannya memasuki ibu kota negeri Yogyakarta atau secara resmi
menyerahkan diri
Magelang, 28 Maret 1830
Penyerahan diri
atau tertangkapnyya para pemimpin pengikut Pangeran Diponegoro, menjadi pukulan
berat bagi perjuangan Pangeran Diponegoro. Ditambah lagi dengan adanya
sayembara Belanda yang akan memberikan 20.000 ringgit bagi siapa saja yang
dapat menyerahkan Pangeran Diponegoro, baik dalam keadaan hidup maupun mati. Tetapi
nampaknya tidak ada yang tertarik dengan sayembara tersebut. Sampai pada
akhirnya….
Rakyat : “Pangeran, kondisi kita semakin sulit.
Kekalahan demi kekalahan telah kita alami. Kita tidak bisa terus begini,
Pangeran.”
PD : “Benar juga perkataanmu. Dengan
mempertimbangkan keadaan kita sekarang, bagaimana kalau kita bicara baik-baik
saja dengan orang-orang Belanda itu agar tidak terjadi lagi pertumpahan darah
diantara kita?”
Rakyat : “Tapi…. Apakah Pangeran yakin? Seperti yang
kita tahu, mereka itu sangat sangat licik, Pangeran.”
PD : “Ya aku tahu itu. Tetapi dengaan keadaan
kita yang semakin sulit ini, kita tidak mungkin mengangkat senjata, pasukan
kita telah melemah dan berkurang. Yang ada, kita semua akan gugur di medan
perang. Saya pun telah memertimbangkan segala resiko kedepannya.”
Rakyat : “Jika menurut Pangeran itu adalah keputusan
yang terbaik, kita hanya bisa berdoa dan berharap. Semoga kita semua diberi
keselamatan untuk membela tanah air tercinta ini.”
PD : “Kalau begitu, temani aku menemui mereka sekarang.”
Rakyat : “Baik,
Pangeran.”
Pangeran Diponegoro
pun memutuskan untuk berunding dengan Belanda agar beberapa wilayah tidak
terkait perang dan tidak ikut menderita.
Prajurit Belanda : “Lapor Jeendral! Di depan
markas kita ada Pangeran Diponegoro beserta
pasukannya.”
Jendral De Kock : “Apakah mereka membawa
senjata?”
Prajurit Belanda : “Tidak, Jendral.”
Jendral De Kock : “Bagus, bagus. Ini pertanda baik bagi kita.
Kejutan apa yang akan mereka
berikan
untuk kita? Hahaha. Bukakan gerbang untuk mereka dan terima mereka dengan baik,
serta tetap waspada!”
Prajurit : “Laksanakan, Jendral!”
Datanglah Pangeran
Diponegoro beserta pasukannya ke markas Belanda.
Jendral De Kock : “Selamat datang
Diponegoro. Gerangan apa yang membuat kau sampai datang
kemari
menemuiku? Akankah kau ingin berdamai denganku? Hahaha.”
Pangeran Diponegoro pun menjelaskan maksud serta tujuan kedatangnnya ke
markas Belanda. Terjadilah perundingan yang sengit diantara mereka. Kemudian,
dengan tipu daya dan muslihatnya, De Kock berhasil menangkap Pangeran
Diponegoro setelah pertemuan itu selesai. Selanjutnya, Pangeran Diponegoro
dibawa ke Batavia untuk kemudian diasingkan ke Makassar.
Dengan tertangkapnya Pangeran Diponegoro membuat perlawanan di Jawa
selama 5 tahun setelahnya padam. Banyak kerugian yang dialami kedu belah pihak.
Akan tetapi, perlawanan Diponegoro ini menjadi inspirasi untuk perlawanan
selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar